STUDI-STUDI
ISLAM DAN ISU-ISU KONTEMPORER
DOSEN
PENGAMPU: ZAINUDDIN, M.Pd.I
DISUSUN
OLEH : KELOMPOK IX
AZIMAH
ARFIKA
VALENSI
NURROMANTIS
SEKOLAH
TINGGI ILMU TARBIYAH AL-QUR’AN AL ITTIFAQIAH
INDRALAYA
OGAN ILIR SUMATERA SELATAN
TAHUN
AKADEMIK 2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT,
Tuhan seluruh alam yang telah memberi penulis
kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus
sebagai rahmat bagi semesta alam, berserta keluarga dan para sahabatnya serta
para pengikutnya yang setia sampai hari kemudian.
Makalah ini penulis buat dengan maksud untuk menyelesaikan
tugas Metodologi Studi Islam . Penulis
berharap penyusunan dalam bentuk makalah ini akan memberi banyak manfaat
dan memperluas ilmu pengetahuan kita.
Akhirnya, hanya kepada Allah
SWT penulis mohon, semoga usaha ini merupakan usaha yang murni bagi-Nya dan
berguna bagi kita sekalian sampai hari kemudian.
Indralaya,
01 Mei 2017
Penulis,
Kelompok
IX
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Pada
era globalisasi saat ini, banyak berbagai permasalahan kehidupan yang terjadi.
Segala kejadian yang terus menerus terjadi baik dari segi permasalahan sosial
yang berkaitan dengan agama, suku, dan kebudayaan. Isu-isu kontemporer tersebut
sebenarnya dalam islam tidaklah dikenal, namun seringkali dijadikan sebagai
problematika permasalahan dalam sosial, dikaitkan dengan islam karena arti
sebenarnya dari istilah yang termasuk dalam isu-isu kontemporer tersebut
merupakan hal yang terkadang bertolak belakang dari ajaran agama islam.
Jika
dikaitkan Islam dan isu-isu kontemporer tidak jarang menimbulkan banyak
spekulasi yang bermunculan dari berbagai pihak baik dari ormas-ormas islam yang
menolak keras terhadap isu-isu kontemporer tersebut, maupun ulama-ulama besar
islam. Pemikiran yang bertolak belakang dengan islam malah menimbulkan
ke-antian terhadap negeri barat itu karena dianggap bahwa istilah-istilah
tersebut berasal dari tradisi-tradisi barat. Perkembangan islam di
Indonesia memiliki mata rantai yang cukup berliku. Sementara islam di nusantara
ini memiliki kompleksitas persoalan, dan dari sini islam hadir dengan membawa
wajah tatanan baru dalam masyarakat yang tidak terbentur dengan realitas
sosial, budaya, tatanan politik dan tradisi keagamaan.
1. Apa
maksud dari studi-studi islam ?
2. Apa
maksud dari isu-isu kontemporer?
3. Apa saja
isu-isu kontemporer dalam studi islam?
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Qur’an dan
as-Sunnah yang merupakan referensi utama umat Islam mengandung nilai-nilai
luhur yang harus ditegakkan. Penegakan atas nilai-nilai luhur dalam berbagai
aspek kehidupan itu selanjutnya menjadi cita-cita Islam. Menurut Abuddin Nata, [1]
hasil studi mendalam yang dilakukan para ahli tentang cita-cita Islam yang
terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan umat manusia menunjukkan sebagai berikut:
Pertama,
dalam bidang sosial, Islam mencita-citakan suatu masyarakat yang egaliter,
yaitu masyarakat yang didasarkan atas kesetaraan atau kesederajatan sebagai
mahluk tuhan. Atas dasar ini, kedudukan dan kemuliaan manusia dihadapan Tuhan
dan manusia lainnya bukan didasarkan atas perbedaan suku bangsa, golongan,
bahasa, warna kulit, pangkat, keturunan, harta benda, tempat tinggal dan
sebagainya, melainkan hanya berdasarkan atas ketaqwaannya kepada Tuhan dan
baktinya bagi kemanusiaan. [2]
Kedua,
dalam bidang politik, Islam mencita-citakan suatu pemerintahan yang dipimpin
oleh orang yang adil, jujur, amanah dan demokratis sehingga yang bersangkutan
tidak menyalahgunakan kekuasaannya serta mendengar dan memperhatikan hati
nurani masyarakat yang dipimpinnya.[3]
Ketiga,
dalam bidang ilmu ekonomi, Islam mencita-citakan keadaan ekonomiyang didasarkan
pada pemerataan, anti monopoli, saling menguntungkan, tidak saling merugikan.[4]
Keempat,
dalam bidang hubungan sosial antara umat Islam dengan mahluk lainnya, Islam
mencita-citakan suatu keadaan masyarakat yang didasarkan ukhwah yang kokoh,
yakni yan memungkinkan terjadinya hubungan yang harmonis dan saling membantu
antara sesama manusia dan sesama mahluk Tuhan lainnya.
Kelima,
dalam bidang hukum, islam mencita-citakan tegaknya supremasi hukumnya yang
didasarkan pada keadilan, tiada pilih kasih manusiawi, konsisten dan objektif
yang diarahkan kepada melindungi seluruh aspek hak asasi manusia.
Keenam,
dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, Islam mencita-citakan pendidikan
yang merata bagi seluruh masyarakat, berlangsung seumur hidup, dilakukan dimana
saja, menggunakan berbagai metode dan pendekatan yang sesuai dengan tingkat
perkembangan usia, tidak mengakui adanya diktonomi antara ilmu agama dan ilmu
umum, dan dilakukan dengan tujuan agar manusia menjadi khalifah dimuka bumi
dalam rangka ibadah kepada allah.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat dipahami bahwa pada intinya cita-cita Islam dalam
berbagai aspek kehidupan adalah menginginkan terciptanya suatu kehidupan
masyarakat dalam berbagai bidang yang didasarkan pada nilai-nilai akhlak yang
lubur, yang bertumpu pada keimanan dan tanggung jawab kepa Allah serta kasih
sayang dan tanggung jawab kepada sesama manusia. Hal ini pula yang sekaligus
menjadi cita-cita al-Qur’an. Seperti yang diungkap oleh fazlur Rahman[5]
bahwa tujuan utama al-Qur’an adalah menegakkan suatu tata masyarakat yang adil
berdasarkan etika, sehingga dapat survive dimuka bumi ini. Lebih rinci, dalam
karyanya yang lain fazlur Rahman mengatakan:
“... bahwa dasar
ajaran al-Qur’an ialah moral, yang memancarkan titik beratnya pada monoteisme
dan keadilan sosial. Hukum moral tidak diubah; ia merupakan “perintah tuhan” ;
manusia tidak dapat membuat hukum moral; ia sendiri harus tunduk kepadanya,
ketundukan itu disebut Islam, dan perwujudannya dalam kehidupan disebut ibadah
atau pengabdian kepada Allah”. [6]
Pada proses
selanjutnya, kebangkitan islam yang ada pada intinya merupakan upaya perjuangan
menegakkan cita-cita Islam, secara normatif dipandang akan dapat memberikan
kepastian hidup di masa depan. Akan tetapi, kebangkitan agama tersebut ternyata
menimbulkan keragaman artikulasi keagamaan. Keragaman keagamaan tersebut
meliputi tata pikiran , penghayatan, dan aksi serta sistem sosial. Keragaman
inilah yang memunculkan persoalan keagamaan yang pelik, baik dilingkungan
komunitas internal agama itu sendiri, maupun dalam kaitannya dengan lingkup
kehidupan yang lebih luas, seperti ekonomi, politik, idiologi, iptek, dan lain
sebagainya.
Isu-isu
kontemporer adalah isu yang berkembang serta meluas setelah Perang Dingin
berakhir pada era 1990-an. Pengertian mengenai isu-isu global kontemporer
terkait erat dengan sifat dari isu-isu tersebut yang tidak lagi didominasi oleh
hubungan Timur-Barat, seperti, ancaman perang nuklir, persaingan ideologi
antara Demokrasi-Liberal dan Marxisme-Leninisme dan diplomasi krisis.
Masyarakat internasional kini dihadapkan pada isu-isu global yang terkait
dengan “Tatanan Dunia Baru” (New World Order). Isu-isu mengenai
persoalan-persoalan kesejahteraan ini berhubungan dengan Human Security antara
negara-negara maju (developed) dengan negara-negara berkembang (developing
countries) serta masalah lingkungan.[7]
Isu-isu
global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru ancaman
keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang Dingin menjadi
suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda). Ancaman dalam bentuk baru ini
bukan berupa “serangan militer” yang dilakukan oleh suatu negara terhadap
negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-state actor dan
ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara yang mengancam
keamanan umat manusia (Human Security).
Ancaman
tersebut dapat berupa tindakan terorisme atau kejahatan transnasional yang
terorganisir (Transnational Organized Crime/TOC), kesejahteraan (kemiskinan),
degradasi lingkungan, konflik etnis dan konflik komunal yang berdimensi
internasional, hutang luar negeri, dan sebagainya.
a.
Pengertian Islam Fundamentalisme
Secara harfiah kata islam berasal dari bahasa arab,
diambil dari kata “salima” yang bearti selamat sentosa. Dari kata asal yaitu
“aslama, yuslimu, islaman” yang bearti memeliharakan dan keadaan selamat
sentosa, dan bearti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat. Kata salama
itu menjadi pokok kata islam, dan mengandung arti yang terkandung pada
pokoknya, sebab orang yang melakukan aslama atau masuk islam dikatakan muslim.
Islam secara istilah menjadi
nama bagi agama yang ajaran-ajaranyadiwahyukan Tuhaan kepada manusia melalui
Nabi Muhammad SAW. Sebagai Rosul. Islam pada hakikatnya membawakan
ajaran-ajaran yang bukan hanya membawa satu segi, tetapi mengenai berbagai segi
dari kehidupan manusia. Seluruh ajaran islam tersebut diarahklan untuk
mewujutkan rahmat bagi seluruh alam.
Adapun kata fundamentalis
berasal dari bahasa inggris yang artinya pokok, asas, fundamental. Sedangkan
pokok, asas bersal dari bahasa Indonesia yang artinya dasar, alas, pedoman,
atau sesuatu yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir (berpendapat) dan
sebagainnya serta cita-cita yng menjadi dasar.
Jika pengertian dari dua kata
tersebut disatikan, yakni islam fundamentalisme, maka pengertianya dalah islam
yang dalam pemahaman dan prakteknya bertumpu pada hal-hal yang asasi. Dengan
demikian, secara harfiah semua semua orang islam yang percaya pada
enam rukun islam dan menjalankan rukun islam yang lima, dapat disebut islam fundamentalisme.
Karena yang disebut ajarab fundmental dalam islam tercakup pada rukun islam dan
rukun inam.
Selanjutnya pengertian kaum
fundamentalis dari segi istilah sudah memiliki satu psikologis, dan berbeda
dengan pengertian fundamentalis dalam arti kebahasaan sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya. Dalam pengertian yang demikian itu kelahiran kaum
fundamentalis ada hubungan dengan sejarah perkembangan ajaran Kristen dan dalam
islam, kaum fundamentalis ada hubungan dengan masalah poertentangan politik, social,
kebudayaan dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini Darwan Raharjo mengatakan
sebagai berikut, “suatu langkah yang barang kali perlu ditempuh adalah memahami
gejala lahirnya istilah itu ndalam sejarah perkembangan agama Kristen. Dengan
pemahaman itu kita bisa menengok kepada
gejala perkembangan islam, baik didunia islam umumnya dan di Indonesia sendiri.[8]
b.
Latar belakang munculnya fundamentalismen islam
Fundamentalisme
bukanlah istilah yang berasal dari pembendaharaan kata dalam bahasa masyarakat
Muslim. Istilah tersebut, dimunculkan oleh kalangan akademisi Barat dalam
konteks sejarah keagamaan dalam masyarakat mereka sendiri. Fundamentalisme
diartikan sebagai reaksi terhadap moderenisme. Fundamentalisme dianggap sebagai
aliran yang berpegang teguh pada “fundamen” agama kristen melalui penafsiran
terharap kitab suci agama itu. Secara
rigid dan literalis. [9]
Istilah
Fundamentalisme secara historis mulai digunakan di Amerika Serikat pada tahun
1920 untuk menunjukkan versi tertentu dari kelompok kristen protestan.[10]
Beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya kaum fundamentalisme antara lain
sebagai berikut:
1)
Faktor modernisasi yang dirasakan dapat menggeser
nilai-nilai agama dan pelaksanaannya dalam kehidupan.
2)
Faktor pandangan dan sikap politik yang tidak sejalan
dengan pandangan dan sikap politik yang dianut oleh penguasa.
3)
Faktor psikologis.
4)
Faktor sifat dan karakter pemahaman meraka terhadap
ajaran Islam.
a.
Pengertian Islam Moderenis
Kata
modernis, berasal dari bahasa inggris Modernistic,
yang berarti model baru.[11]
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, kata modern diartikan sebagai yang terbaru,
(se) cara baru, mutahir.[12]
Selanjutnya kata modern berkaitan pula dengan kata modernisasi yang berarti pembaharuan
atau tajdid dalam bahasa Arabnya.
Modernisme dalam masyarakat barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan
usaha untuk merubah paham-paham, adat-istiadat, institusi-institusi lama, dan
sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan
ilmupengetahuan dan teknologi modern.[13]
Kata ini lalu masuk kedalam literatul Islam, tetapi modernisasi yang terjadi
dalam islam berbeda dengan yang terjadi di Barat.
Selanjutnya, Nurcholis Madjid[14]
mengatakan bahwa pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah pengertian
yang identik atau hampir identik dengan rasionalisasi. Dalam hal ini
modernisasi berarti proses perombakan pola berpikir atau tata kerja lama yang
tidak akliah (rasional), dan
menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang rasional.
Kegunaannya ialah untuk memperoleh daya guna dan efesiensi yang maksimal. Hal
itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia dibidang ilmu
pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan, tidak lain adalah hasil pemahaman
manusia terhadap hukum-hukum objektif yang menguasai alam, ideal, dan material,
sehingga alam ini berjalan menurut kepastian tertentudan harmonis. Orang yang
bertindak menurut ilmu pengetahuan (ilmiah), berarti ia bertindak menurut hukum
alam, malah menggunakan hukum alam itu sebagaimana mestinya, sehingga ia
memperoleh daya guna yang tinggi.
Berdasarkan
pengertian di atas, maka modernisasi adalah suatu keniscayaan ( keharusan),
bahkan keajiban yang mutlak. Modernisasi merupakan pelaksanaan dari perintah
dan ajaran Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Latar belakang timbulnya islam modernis
Islam
modernis muncul pada priode modern dalam sejarah Islam (mulai tahun 1800 M) dan
mempunyai tujuan untuk membawa umat islam kepada kemajuan.[15]dengan
jalan demikian, pemimpin-pemimpin Islam
modern mengharapkan akan dapat melepaskan umat islam dari suasana kemunduran
dan selanjutnya menuju kemajuan.
Islam
modernis juga timbul sebagai respon terhadap berbagai keterbelakangan dalam
bidang ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik, dan
sebagainya.
Sehubungan
dengan itu, maka terdapat beberapa penyebab terjadinya kemunduran umat islam
yaitu:
·
Umat islam mundur karena telah meninggalkan ajaran
islam yang sebenarnya
·
Umat islam mundur karena sebab yang bersifat politis
·
Umat islam mundur karena lemahnya persaudaraan islam
·
Umat islam mundur disebabkan paham jumud yang
berkembang di kalangan umat islam
·
Umat islam mundur karena masuknya berbagai macam
bid’ah ke dalam islam.
BAB III
PENUTUP
1.
kebangkitan islam yang ada pada intinya
merupakan upaya perjuangan menegakkan cita-cita Islam, secara normatif
dipandang akan dapat memberikan kepastian hidup di masa depan. Akan tetapi,
kebangkitan agama tersebut ternyata menimbulkan keragaman artikulasi keagamaan.
Keragaman keagamaan tersebut meliputi tata pikiran , penghayatan, dan aksi
serta sistem sosial
2. Isu-isu
global kontemporer merupakan isu yang lahir sebagai bentuk baru ancaman
keamanan yang mengalami transformasi sejak berakhirnya Perang Dingin menjadi
suatu “Agenda Global Baru” (New Global Agenda). Ancaman dalam bentuk baru ini
bukan berupa “serangan militer” yang dilakukan oleh suatu negara terhadap
negara lain tetapi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh non-state actor dan
ditujukan kepada state actor maupun individu atau warga negara yang mengancam
keamanan umat manusia (Human Security).
3.
Isu-isu kontemporer
a. Islam
Fundamentalisme
b. Islam
Modernis
DAFTAR PUSTAKA
Echolas, Jhon M dan Hasan Shadily. Kamus Bahasa Inggris Indonesia. Jakrta: Gramedia.1995
Madjid, Nurcholis. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan.
Bandung.Miza. 1987.
Mahendra, Ihza ,Yusril. Moderenisme dan fundamentalisme dalam
Politik Islam: Perbandingan partai Masyumi (Indonesia) dan partai jama’at
al-Islami (pakistan). Jakarta: Paramadina. 1999.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta:Bulan Bintang.1992
Nata , Abuddin. Peta Keragaman Pemikirin Islam di Indonesia.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.2001
Oviyanti
, Fitri. Metodologi Studi Islam.Palembang:IAIN
Raden Fatah Press.2006
Poerwadarminta, WJS.. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka. 1982
Raharjo , Darwan
,”Fundamentalisme” dalam Muhammad Wahyuni
Hafis (ed) Rekontruksi dan Renungan Religius Islam. Jakarta: Paramadina.
1996
Shihab , Alwi. Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama. Bandung:Mizan.
1999
[1] Abuddin Nata. Peta Keragaman Pemikirin Islam di Indonesia.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.2001.Hlm.2
[2] Fitri Oviyanti. Metodologi Studi Islam.Palembang:IAIN
Raden Fatah Press.2006.Hlm.351
[3]
Lihat QS.An-Nahl,16:90 ; al-Maidah,5:5-8
[4]
Lihat QS.Al-Hasyr,57:7; al-baqarah,2:282; an-Nisa,4:29; al-Maidah, 5:2
[5]
Fazlur Rahman. Tema Pokok al-Qur’an Terjemah. Bandung: Pustaka.1996. Hlm. 54
[6]
Fazlur Rahman. Islam, Terjemah/ Senoaji Saleh. Jakarta:Bumi Aksara. 1992.
Hlm.49
[7]
http://stitattaqwa.blogspot.co.id/2015/03/isu-isu-kontemporer-fundamentalisme.html
[8] Darwan Raharjo ,”Fundamentalisme”
dalam Muhammad Wahyuni Hafis (ed) Rekontruksi dan Renungan Religius Islam. Jakarta:
Paramadina. 1996. Hlm 87
[9] Yusril Ihza Mahendra. Moderenisme dan fundamentalisme dalam
Politik Islam: Perbandingan partai Masyumi (Indonesia) dan partai jama’at
al-Islami (pakistan). Jakarta: Paramadina. 1999. Hlm.5
[10]
Alwi Shihab. Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam
Beragama. Bandung:Mizan. 1999.Hlm.138-139
[11] Jhon M.Echolas dan Hasan
Shadily. Kamus Bahasa Inggris Indonesia.
Jakrta: Gramedia.1995. Hlm.384
[12] WJS. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka. 1982. Hlm.61
[13] Harun Nasution. Pembaharuan dalam islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta:Bulan Bintang. Hlm.11
[14] Nurcholis Madjid. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan.
Bandung.Miza. 1987. Hlm.172
[15] Harun Nasution, Pembaharuan dalam islam..., Op.Cit.,
Hlm12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar